Pages

Labels

Februari 27, 2013

Kisah Seorang Pemuda


Suatu hari di salah satu pusat perbelanjaan di sebuah kota sebelah timur Arab Saudi aku duduk di sebuah kafe dan meminum segelas kopi sambil membaca surat kabar favoritku ketika seorang wanita bermata jelita dan berparas menarik lewat di hadapanku dan ia memandangku dengan pandangan takjub karena ketampananku maka tanpa kusadari aku berdiri dan mengejarnya yang masuk ke sebuah pertokoan. 

Tapi aku tak bisa menyusulnya masuk karena rasa keangkuhanku sebagai laki-laki dan bukan karena rasa takut kepada Allah (wal’iyadzubillah). Wanita itu menoleh kepadaku sambil memberi isyarat dengan tangannya yang putih lagi lentik yang dihiasi dengan cincin dan permata dan tanpa kusadari aku pun masuk ke dalam dan dengan lemah lembutnya ia berkata kepadaku,”Bisakah kau memberiku nomor handphonemu?” aku pun mengejanya dan ia menyimpan nomor handphoneku.

Beberapa jam kemudian di penghujung malam ia menelponku dan kami pun berbicara banyak hal. Ia berkata bahwa sebenarnya ia adalah seorang wanita kaya dan sudah berumur 31 tahun tapi kalau aku melihat dari penampilannya, seakan-akan umurnya baru 18 tahun. Dan akhirnya kami pun sepakat untuk bertemu lagi di lain waktu.


Kami pun bertemu lagi di sebuah restoran. Dan di setiap pertemuanku dengannya, aku tidak bisa menciumnya atau hanya sekedar mencium tangannya karena dalam hati aku berkata dia adalah seorang wanita yang mulia dan tidak mengenal orang lain selain aku sebelumnya dan ia pun tidak mau mengenal orang lain karena dalam pandangannya aku adalah adalah seorang pemuda yang tampan dan ini benar karena aku memang seorang pemuda yang memiliki ketampanan luar biasa.

Suatu hari ia menelponku dan berkata, “Aku membutuhkanmu untuk sesuatu hal yang penting.” Aku menjawab, “Aku siap wahai kekasih hatiku.”  Ia berkata lagi, “Kalau begitu kita bertemu satu jam lagi di restoran.”

Kami pun bertemu dan bercakap-cakap. “Apa yang harus aku lakukan, wahai kekasihku?” kataku dengan antusias.
Ia pun mengeluarkan sebuah tiket pesawat eksklusif dengan tujuan Kairo yang bertulisakan namaku dan memberitahuku bahwa aku akan menginap di Hotel Samir (hotel berbintang lima) di Kairo selama tiga hari serta sebuah cek atas namaku dengan jumlah 10.000 riyal seraya berkata, “Aku mau kau pergi ke Kairo besok lusa seperti yang tertulis di tiket itu dan menginaplah di hotel kemudian pergilah bersama Fulan dan ini nomor handphonenya. Lalu pergilah bersamanya ke sebuah perusahaan milik Fulanah dengan harapan kau bisa mewakiliku bersama Fulan untuk membicarakan perihal busana yang didatangkan dari Paris dan ini tanda perwalianku.” Aku pun berkata,”Baik,wahai kekasih hatiku.”

Lalu aku mengambil cuti dari pekerjaanku setelah bertengkar hebat dengan ketuaku lalu pergi di hari yang sudah ditentukan. (Seandainya aku tidak pergi hari itu..)

Tiba di Kairo pukul empat sore, aku segera beristirahat. Dan tepat pukul enam sore aku menelpon dan meminta nomor handphone Fulanah yang dimaksud kekasihku tadi. Dan ternyata itu adalah nomor handphone kekasihku sendiri!!!
Aku bertanya, “Apakah ini kau?” Dengan lemah lembutnya ia menjawab, “Ya, ini aku.. apa kau terkejut, wahai kekasihku?”
“Ya.” Jawabku. “Aku datang untuk menjelaskan lebih banyak kepadamu. Kemarilah ke kamarku.” Katanya lagi.

Aku segera pergi ke kamarnya yang ternyata berada di hotel yang sama denganku. Ketika aku masuk, aku melihat ia memakai pakaian tipis yang sangat menggoda dan tentunya siapa saja yang melihatnya tak akan bisa menahan dirinya!!! Aku pun tak bisa menahan diriku lagi maka terjadilah apa yang seharusnya tak terjadi….. Begitulah, dan aku memperpanjang cutiku selama 10 hari dan tinggal di Kairo bersamanya.

Kami pun pulang menggunakan pesawat yang sama dan duduk berdampingan dan Allah melihat kami dari atas sedangkan kami seakan-akan tak merasakan dengan kehadiranNya, wal’iyaadzubillah!!! Dan hal ini berlanjut hingga satu tahun!!! Terkadang aku pergi ke apartemennya dan kami berzina di sana, begitu juga terkadang ia datang ke rumahku yang sederhana hanya karena ketampananku dan untuk memuaskan nafsunya. Tidak ada alasan yang lain!!

Dan pada suatu hari di Kota Riyadh, aku dan saudaraku mengalami kecelakaan lalu lintas dan saudaraku mengalami luka yang sangat parah sedangkan aku –Alhamdulillah- hanya mengalami luka ringan. Kami pun segera dibawa ke rumah sakit terdekat dan saudaraku langsung dibawa ke ruang operasi dan dokter memintaku untuk mendonorkan darahku karena golongan darah kami sama.

Aku segera pergi ke tempat pendonoran darah dan sampel darahku diambil untuk dicek apakah terdapat penyakit menular atau tidak dan aku sangat yakin bahwa aku tidak memiliki penyakit apapun dan tidak terjadi apa-apa setelah perzinahanku dengan kekasihku itu.

Dokter pun datang dengan membawa hasil cek darahku dengan raut wajah yang sedih, aku pun bertanya, “Apa yang terjadi dengan saudaraku, dokter? Katakan padaku, aku mohon.”

Dokter menjawab, “Anakku, aku berharap kau bisa menjadi seorang mukmin yang sabar akan segala takdir Allah.” Aku segera turun dari ranjang dan berseru, “Apakah saudaraku meninggal? Apakah saudaraku meninggal?” Dokter menjawab, “Tidak.”  “Kalau begitu, ada apa? Apa yang terjadi?” tanyaku dengan heran. Maka ia berkata, “Hasil cek darah menunjukkan bahwa anda tertular penyakit AIDS.”

Perkataannya itu bagaikan petir yang menyambar.. Andaikan bumi terbelah dan aku terbenam di dalamnya… Sungguh berat kenyataan itu bagiku, aku pun jatuh pingsan. Setelah sadar, aku merasakan trauma yang sangat dan badanku gemetar. Apa benar aku menderita penyakit yang mematikan itu dan sejak kapan?? Ya Allah.. Ya Allah..

 Dokter mengatakan, “Anda tidak terkena penyakit itu, tapi anda hanya membawanya seumur hidup,Allahul musta’aan.”

Akhirnya setelah dua hari dirawat, saudaraku pun meninggal dunia –semoga Allah merahmatinya- dan aku sangat bersedih karenanya. Karena dia bukan hanya sekedar saudara tapi dia selalu menasehatiku agar aku meninggalkan wanita itu –kekasihku- ketika aku menceritakan perihal kami kepadanya.

Setelah 10 hari semenjak kepergian saudaraku, wanita itu menelponku. “Ke mana saja kau wahai kekasihku? Sudah lama kita tidak bertemu.” tanyanya padaku. Aku menjawab dengan kemarahan yang sangat, “Apa yang kau mau?”
“Ada apa denganmu?” tanyanya heran. 

“Saudaraku meninggal dunia dan aku sangat bersedih karenanya.” Jawabku. Ia berkata, “Orang hidup akan terus hidup daripada orang yang sudah mati.” Ia berkata seperti itu dan tidak mengatakan ‘Semoga Allah merahmatinya’ dikarenakan hatinya yang sangat keras. Dengan tidak  pedulinya terhadap apa yang kurasakan saat itu, ia bertanya kembali, “Kapan kita bisa bertemu?”
Aku menjawab, “Kita tak akan pernah bertemu lagi setelah ini.”

“Ada apa denganmu?” tanyanya dengan heran.
Aku menjawab dengan terus terang, “Aku mencintaimu tapi aku tak ingin menyakitimu.” “Ada apa?” tanyanya. “Aku membawa penyakit AIDS.” Jawabku.  “Bagaimana kau bisa tahu?” tanyanya lagi. Maka aku menceritakan kejadiaan yang menimpaku dan saudaraku dengan lengkap.

Ia bertanya lagi, “Apa kau berhubungan dengan wanita lain?” “Tidak.” Jawabku dengan jujur. “Apa kau pernah menerima donor darah dalam hidupmu?” tanyanya lagi. Aku menjawab, “Tidak.”  Maka ia berkata, “Kematian pasti kan datang.” Dengan marah aku bertanya, “Apa maksudmu?” Ia menjawab, “Aku ingin membalas dendam ke semua laki-laki yang menyebabkanku tertular penyakit ini. Dan mereka akan merasakannya nanti dan kau adalah korban yang pertama, masih banyak yang tersisa di luar sana!!!” Ia lalu menutup telpon.

Hasbunallah wa ni’mal wakiil.

Hari ini umurku sudah 32 tahun dan sampai sekarang belum juga menikah. Penyakit itu menimpaku ketika umurku 29 tahun dan sampai hari ini ibu dan saudara-saudaraku terus mendesakku untuk menikah tapi aku menolak dan mereka tidak tahu alasannya, aku juga tak mau menularkan penyakit itu kepada isteri dan anak-anakku. 
Sekedar informasi, aku adalah anak tertua di keluargaku dan ayahku –semoga Allah merahmatinya- berharap banyak padaku tetapi ia meninggal dunia di saat aku berumur 29 tahun dan aku belum mewujudkan impiannya.. Teman-temanku pun selalu menyuruhku untuk menikah. Sekarang, aku lelah. Lelah secara psikologi.. Berat badanku pun berkurang menjadi 55 kg padahal sebelumnya berat badanku 68 kg. itu semua karena mentalku yang sudah sangat kelelahan dan karena mimpi buruk yang disebabkan oleh penyakit ini. 
Aku tak tahu di mana dan kapan hidupku akan hancur sepenuhnya, aku hanya bisa bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha dan menjaga sholat lima waktuku dan mulai belajar dan menghafal Al Qur’an Al Kariim walaupun itu semua sudah terlambat.



<<Terjemahan UH>>

0 komentar:

Posting Komentar

 

Translate

Total Pengunjung

Profil

Hanya seorang hamba yang dhaif yang selalu berusaha mencapai jati diri hakiki sebagai seorang muslimah.. wakafaa billaahi hasiyba ..